Sunday, January 28, 2018

Kisah Seorang Pahlawan K.H.Abdul Halim

Kisah Seorang Pahlawan K.H.Abdul Halim

Kisah Seorang Pahlawan K.H.Abdul Halim


TanpaJasa. - Abdul Halim Terlahir dengan nama Otong Syatori pada 26 Juni 1887 di Desa Ciborelang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Ia yaitu bungsu dari delapan bersaudara. Ayahnya seseorang penghulu di lokasi Jatiwangi bernama K. H. Muhammad Iskandar serta ibunya bernama Nyi Hj. Siti Mutmainnah. Mulai sejak kecil, beliau telah mendalami pengetahuan agama dengan telaten.

Sembari menuntut pengetahuan, beliau mencari nafkah dengan berdagang yang nantinya turut membuat pemikirannya dalam melakukan perbaikan system ekonomi rakyat. Saat berumur 22 th., Abdul Halim pergi menunaikan ibdah haji. Tak semata melaksanakan ibadah, beliau juga menuntut pengetahuan pada ulama terpenting di Tanah Suci, termasuk juga bersua dengan K. H. Mas Mansyur dari Surabaya (tokoh Muhammadiyah) serta KH. Abdul Wahab Hasbullah (tokoh NU). Sesudah dirasakan layak, Abdul Halim kembali selangkah buat selangkah. Organisasi ke Tanah Air pada th. 1911. Sepulang dari berhaji, beliau bertukar nama jadi Abdul Halim.

Ditahun yang sama, Abdul Halim membangun pesantren. Nama pesantren sederhana yang berdiri diatas tanah mertuanya, K. H. Muhammad Ilyas, ini bernama Majelis Pengetahuan. Perlahan-lahan, pesantren ini selalu berkembang hingga dapat membuat asrama untuk beberapa santri. Setahun lantas, beliau membangun Hayatul Qulub. Instansi itu mempunyai tujuan untuk meningkatkan inspirasi pembaruan pendidikan, pengembangan sosial ekonomi serta kemasyarakatan. Anggotanya terdiri atas tokoh orang-orang, santri, pedagang, serta petani.

Halim membuat beberapa langkah perbaikannya yang mencakup delapan bagian perbaikan yang dimaksud dengan Islah as-Samaniyah yang meliputi Islah al-aqidah (perbaikan aqidah), Islah ai beribadah (perbaikan ¡badah), Islah at tarbiyah (perbaikan pendidikan), Islah al-a’ilah (perbaikan keluarga), islah al-addah (perbaikan tradisi), islah al mujtama’ (perbaikan orang-orang), Islah al-Iqtishad (perbaikan perekonomian), serta Islah al-ummah (perbaikan jalinan umat serta tolong-menolong). Semua dijalankan dengan berkaitan, itu selalu berkembang. Keberadaannya bisa melakukan perbaikan kondisi orang-orang kecil. Itu buat pemerintah colonial Belanda mulai menyimpan berprasangka buruk. Dengan diam-diam pemerintah mengutus polisi rahasia (Politiek Inlichtingen Dienst/PID) untuk mengawasi Abdul Halim serta organisasinya.

Th. 1915, Hayatul Qulub dibubarkan. Penjajah Belanda berasumsi organisasi itu jadi penyebabnya terjadinya lebih dari satu kerusuhan (terlebih pada pribumi serta China). Walau dibubarkan, kerjaannya tetaplah jalan. Pada 16 Mei 1916, Abdul Halim membangun Jam’iyah l’anah al-Muta’alimin jadi usaha selalu meningkatkan pendidikan yang kembali dibubarkan Belanda. Abdul Halim tidak kapok. Pada th. Itu juga, ia membangun Persyarikatan Ulama dengan perlindungan H. O. S. Cokroaminoto. Organisasi itu disadari oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 21 Desember 1917. Persyarikatan Ulama selalu berkembang. Pada 1924, organisasi ini telah menyebar ke semua Jawa serta Madura. Th. 1937, menebar ke semua Indonesia.

Abdul Halim yaitu seseorang berfikiran maju serta cerdas. Beliau sadar semuanya upayanya memerlukan cost. Karenanya, beliau meningkatkan beraneka usaha, dari mulai pertanian, percetakan, serta pabrik tenun. Beberapa guru di pesantrennya mesti turut menanamkan saham biar usaha dengan itu jadi tambah berkembang. Yayasan yatim piatu juga turut dibangun atas prakarsanya. Ia juga membangun pesantren Santi Asromo (bhs jawa kuno yang bermakna tempat sepi, sunyi) di Majalengka pada April 1942 yang memberi bekal ketrampilan pada santri biar nantinya dapat hidup mandiri.

Abdul Halim aktif berfungsi menentang pemerintahan kolonial. Pada 1912, ia jadi pimpinan Serikat Islam cabang Majalengka. Pada 1928, ia diangkat jadi pengurus Majelis Ulama yang dibangun Sarekat Islam dengan K. H. M. Anwaruddin dari Rembang serta K. H. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga jadi anggota pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang dibangun pada 1937 di Surabaya.

Pada 1943, sesudah MIAI bertukar jadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), ia jadi salah seseorang pengurusnya. Ia termasuk juga salah seseorang anggota Tubuh Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1945, anggota Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP), serta anggota Konstituante pada 1955. Ketika berlangsung agresi Belanda pada 1947, beliau turut berjuang serta terpaksa sekali mundur dengan rakyat serta tentara ke pedalaman untuk membuat kiat perlawanan. Ia juga menentang keras dibangunnya Negara Pasundan oleh Belanda pada 1948.

  • Tempat/Tgl.Lahir : Majalengka, 26 Juni 1887
  • Tempat/Tgl.Wafat : Majalengka 6 Mei 1962
  • SK Presiden : Kappres No 41/TK/2008, Tgl. 6 November 2008
  • Gelar : Pahlawan Nasional